Bagaimana jaundice terjadi?
Warna
kekuningan terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin.
Sel darah merah manusia memiliki waktu hidup tertentu. Setelah waktu
hidupnya selesai, sel darah merah akan diuraikan menjadi beberapa zat,
salah satunya bilirubin. Bilirubin ini akan diproses lebih lanjut oleh
hati untuk kemudian dibuang sebagai empedu. Pada janin, tugas tersebut
dapat dilakukan oleh hati ibu. Setelah lahir, tugas tersebut harus
dilakukan sendiri oleh hati bayi yang belum cukup siap untuk memproses
begitu banyak bilirubin sehingga terjadilah penumpukan bilirubin.
Apakah jaundice berbahaya?
Sebagian
besar jaundice tidak berbahaya. Namun pada situasi tertentu di mana
kadar bilirubin menjadi sangat tinggi, kerusakan otak dapat terjadi. Hal
ini terjadi karena walaupun secara normal bilirubin tidak dapat
melewati pembatas jaringan otak dan aliran darah, pada kadar yang sangat
tinggi pembatas tersebut dapat ditembus sehingga bilirubin meracuni
jaringan otak. Keadaan akut pada minggu-minggu awal pasca kelahiran di
mana terjadi gangguan otak karena keracunan bilirubin ini disebut
sebagai ‘acute bilirubin encephalopathy’. Bila keadaan tersebut tidak
diatasi, kerusakan otak dapat berlanjut menjadi kronik dan permanen
menjadi suatu kondisi yang disebut ‘kernicterus’. Inilah alasan mengapa
bayi baru lahir harus diperiksa dengan teliti untuk menilai ada tidaknya
jaundice dan ditangani secara tepat jika ditemukan adanya jaundice.
Bilirubin juga dapat menjadi sangat tinggi pada infeksi yang berat, penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri), atau kekurangan enzim tertentu.
Bilirubin juga dapat menjadi sangat tinggi pada infeksi yang berat, penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri), atau kekurangan enzim tertentu.
Bagaimana penilaian jaundice dilakukan?
Penilaian
jaundice dilakukan pada bayi baru lahir berbarengan dengan pemantauan
tanda-tanda vital (detak jantung, pernapasan, suhu) bayi, minimal setiap
8-12 jam.4 Salah satu tanda jaundice adalah tidak segera kembalinya
warna kulit setelah penekanan dengan jari. Cara menilai jaundice
membutuhkan cahaya yang cukup, misalnya dengan kadar terang siang hari
atau dengan cahaya fluorescent. Jaundice umumnya mulai terlihat dari
wajah, kemudian dada, perut, lengan, dan kaki seiring dengan peningkatan
kadar bilirubin. Bagian putih mata juga dapat tampak kuning. Jaundice
lebih sulit dinilai pada bayi dengan warna kulit gelap. Karena itu
penilaian jaundice tidak dapat hanya didasarkan pada pengamatan visual.
Jika ditemukan tanda jaundice pada 24 jam pertama setelah lahir,
pemeriksaan kadar bilirubin harus dilakukan. Demikian pula jika jaundice
tampak terlalu berat untuk usia tertentu bayi atau ada keraguan
mengenai beratnya jaundice dari pengamatan visual. Pemeriksaan kadar
bilirubin dapat dilakukan melalui kulit (TcB: Transcutaneus Bilirubin)
atau dengan darah (TSB: Total Serum Bilirubin). Kadar bilirubin yang
diperoleh dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan besar kecilnya risiko
yang dihadapi si bayi.
Bagaimana Membedakan Berbagai Jenis Jaundice?
Bagaimana Membedakan Berbagai Jenis Jaundice?
Jaundice
fisiologis (normal) dapat terjadi pada 50% bayi baru lahir. Tipe
jaundice ini umumnya diawali pada usia 2-3 hari, memuncak pada hari 4-5,
dan menghilang dengan sendirinya pada usia 2 minggu. Jaundice karena
ketidakcocokan rhesus atau golongan darah ibu dan bayi umumnya terjadi
dalam 24 jam pertama setelah lahir. Tipe jaundice ini memiliki risiko
besar untuk mencapai kadar bilirubin yang sangat tinggi. Ketidakcocokan
rhesus ibu dan janin dapat terjadi jika ibu memiliki rhesus negatif
sementara si janin memiliki rhesus positif. Di Indonesia, hal ini
relatif jarang terjadi karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki
rhesus positif. Di negara dengan proporsi rhesus negatif yang relatif
besar, beberapa pemeriksaan dilakukan untuk mempersiapkan ibu dan bayi
menghadapi kemungkinan ketidakcocokan rhesus. Setiap ibu hamil menjalani
pemeriksaan golongan darah dan tipe rhesus. Jika pemeriksaan tersebut
tidak dilakukan dalam kehamilan atau jika ibu memiliki rhesus negatif,
maka saat kelahiran dilakukan pemeriksaan pada darah bayi untuk
mengetahui golongan darah, rhesus, dan ada tidaknya antibodi yang dapat
menyerang sel darah merah bayi.
Apakah ASI berhubungan dengan jaundice?
Jaundice
lebih sering terjadi pada bayi yang memperoleh ASI dibanding bayi yang
memperoleh susu formula. Ada dua macam jaundice yang dapat terjadi
sehubungan dengan ASI:
*
Breastfeeding jaundice (5-10% bayi baru lahir): Hal ini terjadi pada
minggu pertama setelah lahir pada bayi yang tidak memperoleh cukup ASI.
Bilirubin akan dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk empedu yang dialirkan
ke usus. Selain itu, empedu dapat terurai menjadi bilirubin di usus
besar untuk kemudian diserap kembali oleh tubuh. Jika bayi tidak
memperoleh cukup ASI, gerakan usus tidak banyak terpacu sehingga tidak
banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan sebagai empedu. Dan bayi yang
tidak memperoleh cukup ASI tidak mengalami buang air besar yang cukup
sering sehingga bilirubin hasil penguraian empedu akan tertahan di usus
besar dan diserap kembali oleh tubuh. Selain itu kolostrum yang banyak
terkandung pada ASI di hari-hari awal setelah persalinan memicu gerakan
usus dan BAB. Karena itu, jika Anda menyusui, Anda harus melakukannya
minimal 8-12 kali per hari dalam beberapa hari pertama. Dan penting
untuk diperhatikan bahwa tidak pernah ada alasan untuk memberikan air
atau air gula pada bayi untuk mencegah kenaikan bilirubin.
Untuk menilai apakah bayi telah memperoleh asupan ASI yang cukup, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan:
o
Bayi yang memperoleh ASI tanpa suplemen apapun akan mengalami
berkurangnya berat badan maksimal (< 10% berat lahir) pada usia 3
hari. Jika berat badan bayi berkurang ≥ 10% berat lahir pada hari
ketiga, kecukupan ASI harus dievaluasi.
o Bayi yang memperoleh cukup ASI akan BAK dengan membasahi seluruh popoknya 4-6 kali per hari dan BAB 3-4 kali pada usia 4 hari. Pada usia 3-4 hari, feses bayi harus telah berubah dari mekonium (warna gelap) menjadi kekuningan dengan tekstur lunak.
o Bayi yang memperoleh cukup ASI akan BAK dengan membasahi seluruh popoknya 4-6 kali per hari dan BAB 3-4 kali pada usia 4 hari. Pada usia 3-4 hari, feses bayi harus telah berubah dari mekonium (warna gelap) menjadi kekuningan dengan tekstur lunak.
*
Breastmilk jaundice (1% bayi baru lahir): Hal ini terjadi dalam akhir
minggu pertama atau awal minggu kedua setelah lahir. Sebagian kecil ibu
memiliki suatu zat dalam ASI mereka yang dapat menghambat pengolahan
bilirubin oleh hati. Keadaan ini tidak memerlukan penghentian pemberian
ASI karena tipe jaundice ini ringan dan sama sekali tidak pernah
menimbulkan kernicterus atau bahaya lainnya. Tipe jaundice ini hanya
memiliki sedikit sekali kenaikan bilirubin dan akan menghilang seiring
dengan makin matangnya fungsi hati bayi pada usia 3-10 minggu. Secara
umum, jaundice karena sebab apapun tidak pernah merupakan alasan untuk
menghentikan pemberian ASI
Kapan bayi harus diperiksa setelah meninggalkan RS/RB?
Sebelum
meninggalkan RS/RB, risiko bayi mengalami hiperbilirubinemia harus
dinilai. Penilaian ini oleh American Academy of Pediatrics disarankan
dengan melakukan pengukuran kadar bilirubin (TSB atau TcB), penilaian
faktor risiko, atau keduanya. Yang merupakan faktor risiko adalah:
Faktor risiko mayor:
* TSB atau TcB di high-risk zone
* Jaundice dalam 24 jam pertama
* Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus
* Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk dapat berfungsi normal
* Usia gestasi 35-36 minggu
* Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung
* Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran yang dibantu vakum
* Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi, ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan
* Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina
* Jaundice dalam 24 jam pertama
* Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus
* Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk dapat berfungsi normal
* Usia gestasi 35-36 minggu
* Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung
* Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran yang dibantu vakum
* Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi, ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan
* Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina
Faktor risiko minor:
* TSB atau TcB di high intermediate-risk zone
* Usia gestasi 37-38 minggu
* Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB
* Riwayat jaundice pada saudara sekandung
* Bayi besar dari ibu yang diabetik
* Usia ibu ≥ 25 tahun
* Bayi laki-laki
* Usia gestasi 37-38 minggu
* Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB
* Riwayat jaundice pada saudara sekandung
* Bayi besar dari ibu yang diabetik
* Usia ibu ≥ 25 tahun
* Bayi laki-laki
Jika tidak ditemukan satu pun faktor risiko, risiko jaundice pada bayi sangat rendah.
Pemeriksaan bayi pertama kali setelah meninggalkan RS/RB adalah pada usia 3-5 hari karena pada usia inilah umumnya bayi memiliki kadar bilirubin tertinggi. Secara detail, jadwal pemeriksaan bayi setelah meninggalkan RS/RB adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan bayi pertama kali setelah meninggalkan RS/RB adalah pada usia 3-5 hari karena pada usia inilah umumnya bayi memiliki kadar bilirubin tertinggi. Secara detail, jadwal pemeriksaan bayi setelah meninggalkan RS/RB adalah sebagai berikut:
* Jika bayi meninggalkan RS/RB < usia 24 jam à pemeriksaan pada usia 72 jam (3 hari)
* Jika bayi meninggalkan RS/RB pada usia antara 24 – 47,9 jam à pemeriksaan pada usia 96 jam (4 hari)
* Jika bayi meninggalkan RS/RB pada usia antara 48 – 72 jam à pemeriksaan pada usia 120 jam (5 hari)
* Jika bayi meninggalkan RS/RB pada usia antara 24 – 47,9 jam à pemeriksaan pada usia 96 jam (4 hari)
* Jika bayi meninggalkan RS/RB pada usia antara 48 – 72 jam à pemeriksaan pada usia 120 jam (5 hari)
Pemeriksaan yang dilakukan harus meliputi:
* Berat badan bayi dan perubahan dari berat lahir
* Kecukupan asupan ASI
* Pola BAK dan BAB
* Ada tidaknya jaundice
* Kecukupan asupan ASI
* Pola BAK dan BAB
* Ada tidaknya jaundice
Jika
ada keraguan mengenai penilaian derajat jaundice, pemeriksaan kadar
bilirubin harus dilakukan. Jika ada satu atau lebih faktor risiko,
pemeriksaan setelah meninggalkan RS/RB dapat dilakukan lebih awal.Selain
pemeriksaan kadar bilirubin, penyebab jaundice juga harus dicari.
Misalnya dengan memeriksa kadar bilirubin terkonjugasi dan tidak
terkonjugasi, melakukan urinalisis dan kultur urin jika yang meningkat
terutama adalah kadar bilirubin terkonjugasi, melakukan pengukuran kadar
enzim tertentu jika ada riwayat serupa dalam keluarga atau bayi
menunjukkan tanda-tanda spesifik.
Bagaimana jaundice ditangani?
Sebagian
besar jaundice adalah keadaan fisiologis yang tidak membutuhkan
penanganan khusus selain dilanjutkannya pemberian ASI yang cukup. Namun
pada keadaan tertentu, jaundice memerlukan terapi khusus yaitu terapi
cahaya atau exchange transfusion.
Terapi cahaya
Terapi cahaya
Perlu
tidaknya terapi cahaya ditentukan dari kadar bilirubin, usia gestasi
(kehamilan) saat bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor
risiko lain yang dimiliki bayi.
Beberapa faktor risiko yang penting adalah
* Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri)
* Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
* Kekurangan oksigen
* Kondisi lemah/tidak responsif
* Tidak stabilnya suhu tubuh
* Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
* Gangguan keasaman darah
* Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
* Kekurangan oksigen
* Kondisi lemah/tidak responsif
* Tidak stabilnya suhu tubuh
* Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
* Gangguan keasaman darah
Kadar albumin (salah satu protein tubuh) < 3.0 g/dL
Pada
bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian
ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan. Namun ASI juga dapat dihentikan
sementara untuk menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan efek terapi
cahaya.
Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan:
* Pemberian ASI setiap 2-3 jam
* Jika TSB ≥25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam
* Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam
* Jika TSB <20 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 4-6 jam
* Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam
* Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion, pertimbangkan exchange transfusion
* Jika TSB ≥25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam
* Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam
* Jika TSB <20 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 4-6 jam
* Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam
* Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion, pertimbangkan exchange transfusion
Pada
penyakit hemolisis autoimun, pemberian globulin (gamma globulin)
direkomendasikan jika TSB tetap meningkat dengan terapi cahaya atau TSB
berada 2-3 mg/dL dari batas perlunya exchange transfusion. Pemberian ini
dapat diulangi dalam 12 jam. Pemberian globulin dapat menghindari
perlunya exchange transfusion pada bayi dengan ketidakcocokan rhesus
atau golongan darah.
Penghentian terapi cahaya ditentukan oleh usia bayi saat dimulainya terapi tersebut, kadar bilirubin, dan penyebab jaundice. Pada bayi yang diterapi cahaya setelah sempat dipulangkan dari RS/RB pasca kelahiran, terapi cahaya umumnya dihentikan jika kadar bilirubin sudah di bawah 13-14 mg/dl. Pengukuran ulang bilirubin setelah 24 jam penghentian terapi direkomendasikan terutama pada bayi dengan penyakit hemolisis atau bayi yang menyelesaikan terapi cahaya sebelum usia 3-4 hari.
Exchange transfusion
Penghentian terapi cahaya ditentukan oleh usia bayi saat dimulainya terapi tersebut, kadar bilirubin, dan penyebab jaundice. Pada bayi yang diterapi cahaya setelah sempat dipulangkan dari RS/RB pasca kelahiran, terapi cahaya umumnya dihentikan jika kadar bilirubin sudah di bawah 13-14 mg/dl. Pengukuran ulang bilirubin setelah 24 jam penghentian terapi direkomendasikan terutama pada bayi dengan penyakit hemolisis atau bayi yang menyelesaikan terapi cahaya sebelum usia 3-4 hari.
Exchange transfusion
Penanganan
khusus lainnya yang mungkin diperlukan pada bayi dengan jaundice adalah
exchange transfusion. Exchange transfusion adalah tindakan di mana
darah pasien diambil sedikit demi sedikit dengan meningkatkan volume
pengambilan pada setiap siklusnya, untuk kemudian digantikan dengan
darah transfusi dengan jumlah yang sama.
Exchange transfusion dilakukan dengan segera pada bayi dengan gejala ’acute bilirubin encephalopathy’ seperti meningkatnya ketegangan otot, meregangnya bayi dengan posisi seperti busur, demam, tangisan dengan nada tinggi, atau jika TSB ≥ 5 mg/dl di atas kurva yang sesuai.
Jika kadar TSB berada pada level di mana exchange transfusion dibutuhkan atau ≥ 25 mg/dl, hal ini adalah keadaan gawat darurat dan harus segera ditangani.
Exchange transfusion dilakukan dengan segera pada bayi dengan gejala ’acute bilirubin encephalopathy’ seperti meningkatnya ketegangan otot, meregangnya bayi dengan posisi seperti busur, demam, tangisan dengan nada tinggi, atau jika TSB ≥ 5 mg/dl di atas kurva yang sesuai.
Jika kadar TSB berada pada level di mana exchange transfusion dibutuhkan atau ≥ 25 mg/dl, hal ini adalah keadaan gawat darurat dan harus segera ditangani.
Sumber : http://www.bidankita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=579:bayiku-kuning-bagaimana-nich&catid=49:baby-born&Itemid=41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar